junaedi Indonesia Bagoes Ib
Selasa, 04 Agustus 2015
Rabu, 21 Januari 2015
Gerak dan energi Organisasi
Di tahun 2015, ada beberapa moment
yang dapat dibilang istimewa bagi kita. Sebagai bangsa Indonesia yang tentunya
dengan potensi besar yang dimiliki Bangsa ini, kita harus mampu bersaing dengan
Negara – Negara Asia lainnyabahkan Dunia. Sehingga taraf Hidup dan
kesejahteraan masyarakat meningkat. Bagi saya pribadi dan Organisasi tahun ini
juga harus berfikir, bagaimana bisa bekerja dengan lebih baik dan professional.
Sedangkan disisi lain, masih banyak hal yang harus diperbaiki dan ditingkatkan
dalam lingkup kelembagaan, SDM pengurus / anggota, dalam rangka mencapai tujuan
dan program Organisasai.
Sebagaimana
Organisasi dan lembaga pada umumnya untuk
dapat mencapai tujuan dan cita – cita Organisasi kedepannya tentu akan
memikirkan tentang 3hal yaitu Kelembagaan, program serta materi dana untuk
keberlangsungannya Organisasi, berkaitan dengan klembagaan tertancap kuat dalam
jiwa saya pribadi dan kawan – kawan segenap pengurus bahwa organisasi ini (
Indonesia Bagoes ) di persembahkan untuk masyarakat pada umumnya dan anggota
agar berguna bagi nusa dan bangsa tanpa menghilangkan nilai – nilai spiritual
religius didalamnya, yang mempunyai nilai – nilai Agama didalam berketuhanan,
karena bertuhan adalah derajat kerohanian manusia yang tertinggi dan mutlak.
Nilai religious ini bersumber pada kepercayaan / keyakinan dan Iman Manusia.
Jadi yang mempunyai nilai itu bukan
hanya suatu yang berwujud benda atau material
saja, akan tetapi sesuatu yang tak berwujud benda atau material itu
dapat mempunyai nilai yang sangat tinggi dan mutlak statis bagi Manusia.
Secara
tekhnis model organisasi ini adalah
gerakan dengan konsep semangat kebersamaan atau persatuan, bahkan saya tegaskan
bagi pengurus dan segenap anggota IB,
bahwasanya saat ini kita menyatukan visi
dan misi dan membentuk Organisasi sebagai wadahnya berarti kita telah masuk
dalam arena dan dunia pergerakan.
Untuk
mengawal konsep dan gerakan dan organisasi ada dua hal yang perlu kita pahami,
dari sudut pandang material, di Dunia ini setiap benda yang bergerak selalu
memerlikan energy, begitu juga sebaliknya setiap gerak juga menghasilkan energy
dalam bentu sama ataupun berbeda, besar kecilnya energy yang diperlukan juga
tergantung dengan besar kecilnya gerakan, dalam Ilmu fisika, besar kecilnya
energy dipengaruhi oleh masa dan kecepatan. Sedangkan kecepatan sendiri
dipengaruhi oleh waktu dan jarak , ibarat batu besar di dasar sumur atau batu
besar diatas bukit untuk mengentaskan atau menggapainya tentu memerlukan tenaga
yang besar.hal ini perlu disampaikan sebagai dasar dan bahan pemikiran segenap
keluarga besar IB ( Indonesia Bagoes ).
Di dalam
Organisasi jika kita berpegang pada konsep tersebut maka setiap program pastinya
memerlikan energy dan setiap program seharusnya juga menghasilkan energy dalam
bentuk yang sama ataupun berbeda. Dengan cara itulah program dapat berjalan dan
berkesinambungan dan bersinergi.
Dalam
paradigm umum sumber energy dari organisasi yang ke tiga adalah berupa materi
atau modal / dana. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena hamper semua program
membutuhkan modal / dana, sebagai gerakan yang focus pada lingkungan , Social
dan Budaya tentunya membutuhkan sumber
energy yang ke tiga tersebut, dengan berbagai keterbatasan tidak serta merta
gerakan yang dikonsep ini berjalan sesuai target. Masih butuh waktu dan energy
tambahan untuk terus mendorong agar
suatu kesekretariatan benar – benar dapat bergeraksecara mandiri. Karena itu
berbagai upaya harus dilakukan agar mendapatkan sumber energy yang ketiga
tersebut.
Sedangkan
dilihat dari sudut pandang spiritual religious, energy Organisasi akan
terkumpul dengan menguatkan
jama’ah/anggota organisasi, untuk focus pada arah dan tujuan yang sama. Salah
satu contoh adalah di dalam Agama Islam, seorang yang sholat , baik sendirian
ataupun berjama’ah tujuannya sama – sama menghadap Tuhab yang Maha Esa sebagai
sang pencipta Alam dan isinya. Meskipun tujuannya sama ternyata hasilnya
berbeda. Mereka yang sholat dengan berjama’ah atau bersama – sama di berikan
pahala 27 derajat kali,di bandingkan dengan mereka yang melaksanakan ibadah
Sholat sendirian. Dengan kata lain sesuatau yang dilakukan bersama – sama
energy yang dihasilkan pun lebih besar. Disinilah
dapat di lihat antara Imam dan Jama’ah saling bersinergi,antara pemimpin dan
anggota saling menguatkan.
Sedangkan
dalam konteks spiritual religious dalam
beragama dan berketuhanan yang pertama adalah memperbaiki tatanan masyarakat
dan meratakan keadilan Sosial. Sedangkan untuk memperbaiki sendi pertama dalam
Sosial masyarakat adalah jiwa seseorang. Di dalam Agama di tanamkan terlebih
dahulu jiwa pribadi Manusia adalah rasa Iman dan keyakinan yang tingkat
kebenarannya adalah mutlak Hakiki dan statis. Lalu dengan keimanan itu
mengakibatkan rasa kasih sayang dan sifat keutamaan lainya. Kesadaran pribadi seseorang dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha
Esa,Manusia, Alam sekitar dan kedudukan dirinya ditengah semua itu, disanalah
sumber keadilan Sosial. Jadi bukan hanya mementingkan terpenuhinya kebutuhan
material dalam masyarakat tapi juga memfokuskan pada spiritual jiwa yang
merupakan kunci kesejahteraan.
Dari sudut
pandang inilah keluarga besar IB, harus memahami bahwa tujuan utama Organisasi
walaupun bersifat umum Sosial kemasyarakatan tetapi tetap mempertahankan nilai
– nilai spiritual sebagai nilai yang tertinggi kerohanian Manusia. Oleh karena
itu kita harus selalu berusaha agar
memperoleh energy yang memadahi untuk bergerak dan menggerakkan Masyarakat.
Secara umum usaha lahir dan usaha batin ( spiritual ), dengan demikian
berapapun kebutuhan kita akan energy pastinya dengan mudah terpenuhi. Mari
bergerak, Bismillah
Kamis, 15 Januari 2015
Pelaksanaan pasar bebas masyarakat ekonomi Asean (MEA) 2015
Pelaksanaan pasar
bebas masyarakat ekonomi Asean (MEA) 2015
Tahun
2015 telah dicanangkan sebagai tahun MEA. Yang diprediksi bukan hanya bakal
meningkatkan kegiatan – kegiatan produksi dalam negri, tapi juga bertujuan
untuk menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah pasar dalam negeri. Secara otomatis
eksibisi – eksibisi atau pameran dalam hal promosi produksi industry dipastikan
juga akan semakin meningkat.
Beberapa
tahun terakhir penggelar eksibisi atau pameran tidak hanya dari kalangan lokal ataupun
Nasional saja tetapi juga melibatkan Negara luar
Indonesia. Sepertihalnya Negara Tiongkok, Taiwan, dan Negara – Negara Asia lainya.
Di akhir
tahun 2015, ketika banyak perusahaan keluar dari jembatan emas, mereka akan
menghadapi suatu situasi yang sangat
beda, ASEAN yang sangat terbuka, tingkat persaingan yang sangat tinggi. Perusahan
besar atau kecil menengah lokal maupun nasional bahkan yang bias menembus pasar
Internasional harus mulai dari sekarang untuk membangun yang namanya 3R
(Respect, reputation, responsibility).
Ketika
persaingan semakin tinggi dan konsumen dihadapkan pada berbagai jenis penawaran,
karakter sebuah perusahaan akan menentukan apakah perusahaan tersebut akan
dihormati, apakah reputasinya tidak tercelah, dan apakah perusahaan tersebut
menjalankan bisnis yang bertanggung jawab terhadap linkungan social masyarakat,
kultur dan kearifan – kearifan lokal yang ada didalamnya, disinilah peranan
penerapan 3R.
Indonesia
akan menyaksikan berkembangnya, system bangunan 3R yang didorong oleh
nilai-nilai (values, driven) diujung jembatan emas Negara-negara maju telah
mengalami evolusi, ketika promosi atau pemasaran gaya yang customer – centric tidak
lagi unik, perusahaan-perusahaan dinegara maju tersebut bergeser kepemasaran
3R, Indonesia khususnya inilah waktu yang tepat untuk mengalami evolusi yang
serupa.
Dengan
memperlakukan tiap individu sebagai konsumen, 3R mendekati individu sebagai
manusia utuh yang memiliki pikiran, perasaan, dan jiwa (maind, heart, and
spirit) akan semakin banyak konsumen yang mencari solusi terhadap kekhawatiran
mereka mengenai dunia yang semakin berubah menghadapi globalisasi, dan
persaingan terbuka.
Dalam
dunia yang penuh kebingungan mereka akan mencari perusahaan yang biasa menjawab
kebutuhan paling mendalam akan keadilan social, ekonomi, dan lingkungan dalam
fisi, misi dan nilai-nilai (mission, vision, and values) mereka. Tidak cukup
hanya pemenuhan kebutuhan fungsional dan
emosional, tetapi juga perlu pemenuhan kebutuhan spiritual manusia dalam
pemilihan produk dan jasa sehari - hari.
Seperti
halnya system pemasaran kostumer oriented, 3R juga bertujuan untuk memuaskan
konsumen namun perusahaan yang menjalankan 3R memiliki misi, visi dan value
yang lebih luas ya itu bertujuan untuk dapat berperan dalam memperbaiki
masala-masalah nasional bahkan Internasional. Perusahaan yang percaya bahwa
konsumen adalah manusia utuh yang kebutuhan dan harapannya tidak boleh
diabaikan sebenarnya telah melengkapi emosional marketing dengan human spirit
marketing.
Ditengah-tengah
era globalisasi dan persainhgan pasar bebas, sisitem pemasaran 3R menjadi
semakin relevan dalam kehidupan konsumen. Disaat hidup konsumen semakin
terpengaruh oleh perubahan social, ekonomi dan lingkungan yang semakin
membingungkan, perusahaan yang mejalankan system pemasaran 3R, akan memberikan
jawaban dan harapan mereka yang menghadapi kebingungan tersebut sehingga mereka
bias menyentuh setiap individu konsumen kepada tingkatan yang lebih tinggi,
perusahaan akan membedakan diri dengan competitor melalui nilai-nilai yang
telah diterapkannya, didalam kondisi dunia yang semakin bergolak, diferensiasi
ini bias menjadi semakin kuat. Agar dikemudian hari perusahaan tidak hannya
dipandang sebagai organisasi profit yang hannya mencari keuntungan besar bagi
individu yang berkesan mengeksploitasi individu lainnya, sehingga akan menjamin
dan mengurangi konflik-konflik social dan lingkungan didalamnya.
Kamis, 25 Desember 2014
Filosofi Semar
Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranaya
Bebadra = Membangun sarana dari dasar
Naya = Nayaka = Utusan mangrasul
Artinya : Mengembani sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia
Filosofi, Biologis Semar
Javanologi
: Semar = Haseming samar-samar (Fenomena harafiah makna kehidupan Sang
Penuntun). Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya
keatas dan tangan kirinya kebelakang. Maknanya : “Sebagai pribadi tokoh
semar hendak mengatakan simbul Sang Maha Tumggal”. Sedang tangan kirinya bermakna “berserah total dan mutlak serta selakigus simbul keilmuaan yang netral namun simpatik”.
Domisili semar adalah sebagai lurah karangdempel / (karang = gersang) dempel = keteguhan jiwa. Rambut semar “kuncung” (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya hendak mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan.
Semar sebagai pelayan mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan sabda Ilahi.
Semar barjalan menghadap keatas maknanya : “dalam perjalanan anak
manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas
(sang Khaliq ) yang maha pengasih serta penyayang umat”.
Kain semar Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun manusia) agar memayuhayuning bawono : mengadakan keadilan dan kebenaran di bumi.
Ciri sosok semar adalah :
Semar berkuncung seperti kanak kanak,namun juga berwajah sangat tua
Semar tertawannya selalu diakhiri nada tangisan
Semar berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa
Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok
Semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya
Kebudayaan
Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan
yang Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum
masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Isalam di tanah Jawa.
Dikalangan
spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan sebagai
fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang
KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi
dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual .
Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang
Jawa sejak jaman prasejarah adalah Relegius dan ber keTuhan-an yang Maha
Esa.
Dari
tokoh Semar wayang ini akan dapat dikupas ,dimengerti dan dihayati
sampai dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan Jawa .
Gambar
tokoh Semar nampaknya merupakan simbol pengertian atau konsepsi dari
aspek sifat Ilahi, yang kalau dibaca bunyinya katanya ber bunyi :
Semar (pralambang ngelmu gaib) – kasampurnaning pati.
Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardika artinya “merdekanya jiwa dan sukma“,
maksudnya dalam keadaan tidak dijajah oleh hawa nafsu dan keduniawian,
agar dalam menuju kematian sempurna tak ternodai oleh dosa. Manusia jawa
yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing kadonyan, ora
samar marang bisane sirna durka murkamu) artinya : “dalam menguji budi
pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan
hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup”.
Filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka dalam lakon Semar Mbabar Jati Diri
Dalam
Etika Jawa ( Sesuno, 1988 : 188 ) disebutkan bahwa Semar dalam
pewayangan adalah punakawan ” Abdi ” Pamomong ” yang paling dicintai.
Apabila muncul di depan layar, ia disambut oleh gelombang simpati para
penonton. Seakan-akan para penonton merasa berada dibawah pengayomannya.
Simpati
para penonton itu ada hubungannya dengan mitologi Jawa atau Nusantara
yang menganggap bahwa Semar merupakan tokoh yang berasal dari Jawa atau
Nusantara ( Hazeu dalam Mulyono 1978 : 25 ). Ia merupakan dewa asli Jawa
yang paling berkuasa ( Brandon dalam Suseno, 1988 : 188 ). Meskipun
berpenampilan sederhana, sebagai rakyat biasa, bahkan sebagai abdi,
Semar adalah seorang dewa yang mengatasi semua dewa. Ia adalah dewa yang
ngejawantah ” menjelma ” ( menjadi manusia ) yang kemudian menjadi
pamong para Pandawa dan ksatria utama lainnya yang tidak terkalahkan.
Oleh
karena para Pandawa merupakan nenek moyang raja-raja Jawa (
Poedjowijatno, 1975 : 49 ) Semar diyakini sebagai pamong dan danyang
pulau Jawa dan seluruh dunia ( Geertz 1969 : 264 ). Ia merupakan pribadi
yang bernilai paling bijaksana berkat sikap bathinnya dan bukan karena
sikap lahir dan keterdidikannya ( Suseno 1988 : 190 ). Ia merupakan
pamong yang sepi ing pamrih, rame ing ngawe ” sepi akan maksud, rajin
dalam bekerja dan memayu hayuning bawana ” menjaga kedamaian dunia (
Mulyono, 1978 : 119 dan Suseno 1988 : 193 )
Dari
segi etimologi, joinboll ( dalam Mulyono 1978 : 28 ) berpendapat bahwa
Semar berasal dari sar yang berarti sinar ” cahaya “. jadi Semar berarti
suatu yang memancarkan cahaya atau dewa cahaya, sehingga ia disebut
juga Nurcahya atau Nurrasa ( Mulyono 1978 : 18 ) yang didalam dirinya
terdapat atau bersemayam Nur Muhammad, Nur Illahi atau sifat Ilahiah.
Semar yang memiliki rupa dan bentuk yang samar, tetapi mempunyai segala
kelebihan yang telah disebutkan itu, merupakan simbol yang bersifat
Ilahiah pula ( Mulyono 1978 : 118 – Suseno 1988 : 191 ). Sehubungan
dengan itu, Prodjosoebroto ( 1969 : 31 ) berpendapat dan menggambarkan (
dalam bentuk kaligrafi ) bahwa jasat Semar penuh dengan kalimat Allah.
Sifat
ilahiah itu ditunjukkan pula dengan sebutan badranaya yang berarti ”
pimpinan rahmani ” yakni pimpinan yang penuh dengan belas kasih (
timoer, tt : 13 ). Semar juga dapat dijadikan simbol rasa eling ” rasa
ingat ” ( timoer 1994 : 4 ), yakni ingat kepada Yang Maha Pencipta dan
segala ciptaanNYA yang berupa alam semesta. Oleh karena itu sifat
ilahiah itu pula, Semar dijadikan simbol aliran kebatinan Sapta Darma (
Mulyono 1978 : 35 )
Berkenaan
dengan mitologi yang merekfleksikan segala kelebihan dan sifat ilahiah
pada pribadi Semar, maka timbul gagasan agar dalam pementasan wayang
disuguhkan lakon ” Semar Mbabar Jati Diri “. gagasan itu muncul dari
presiden Suharto dihadapan para dalang yang sedang mengikuti Rapat
Paripurna Pepadi di Jakarta pada tanggal, 20-23 Januari 1995. Tujuanya
agar para dalang ikut berperan serta menyukseskan program pemerintah
dalam pembangunan manusia seutuhnya, termasuk pembudayaan P4 (
Cermomanggolo 1995 : 5 ). Gagasan itu disambut para dalang dengan
menggelar lakon tersebut. Para dalang yang pernah mementaskan lakon itu
antara lain : Gitopurbacarita, Panut Darmaka, Anom Suroto, Subana,
Cermomanggolo dan manteb Soedarsono ( Cermomanggolo 1995 : 5 – Arum 1995
: 10 ). Dikemukan oleh Arum ( 1995:10 ) bahwa dalam pementasan wayang
kulit dengan lakon ” Semar Mbabar Jadi Diri ” diharapkan agar khalayak
mampu memahami dan menghayati kawruh sangkan paraning dumadi ” ilmu asal
dan tujuan hidup, yang digali dari falsafat aksara Jawa Ha-Na-Ca-Ra-Ka.
Pemahaman dan penghayatan kawruh sangkan paraning dumadi yang bersumber
filsafat aksara Jawa itu sejalan dengan pemikiran Soenarto Timoer (
1994:4 ) bahwa filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka mengandung makna sebagai sumber
daya yang dapat memberikan tuntunan dan menjadi panutan ke arah
keselamatan hidup. Sumber daya itu dapat disimbolkan dengan Semar yang
berpengawak sastra dentawyanjana. Bahkan jika mengacu pendapat Warsito (
dalam Ciptoprawiro 1991:46 ) bahwa aksara Jawa itu diciptakan Semar,
maka tepatlah apabila pemahaman dan penghayatan kawruh sangkan paraning
dumadi tersebut bersumberkan filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka
mas kumitir/junaedi ib
Senin, 08 Desember 2014
Langganan:
Postingan (Atom)